REFERENCE BIBLE VERSES
2 Raja-raja 4:8-37 | 25 Maka berangkatlah perempuan itu dan datang kepada abdi Allah itu di gunung Karmel. Ketika abdi Allah itu melihat dia dari jauh, berkatalah ia kepada Gehazi, bujangnya: “Lihat, itu ada perempuan Sunem itu! 26 Larilah sekarang mendapatkan dia dan katakanlah kepadanya: Selamatkah engkau? Selamatkah suamimu? Selamatkah anak itu?” Jawabnya: “Selamat!” (TB)
OBJECTIVE
Untuk belajar mempercayai bahwa Allah secara aktif menuntun, menopang, dan mengarahkan segala sesuatu—bahkan ketika tangan-Nya tampak tersembunyi atau diam dalam kehidupan kita.
CONTENT
GOD’S PERMISSIVE PROVIDENCE
- Istilah permissif mengacu pada pemberian suatu tingkat kebebasan—sementara providensia berbicara tentang perlindungan dan tuntunan kedaulatan Allah. Bersama-sama, providensia permisif Allah menggambarkan izin ilahi-Nya atas peristiwa-peristiwa, termasuk pencobaan dan bahkan kejahatan, tanpa menjadi penyebab langsungnya. Ini adalah ekspresi mendalam dari hikmat, kuasa, dan kasih-Nya yang bekerja melampaui apa yang dapat kita lihat secara langsung.
- Dalam mengejar excellence yang sesuai dengan kehendak Allah, kita sering mengalami masa-masa kesulitan atau keheningan—momen di mana kita merasa seolah-olah kita berjuang sendirian. Di dunia yang serba cepat saat ini, kita dapat dengan mudah terjebak dalam mengandalkan kekuatan kita sendiri, melupakan bahwa kemenangan sejati datang dari bergantung pada Allah.
- Tetapi jika Allah benar-benar mengasihi kita, mengapa Dia mengizinkan kesulitan-kesulitan ini? Sebuah ilustrasi sederhana dapat membantu. Sama seperti orang tua yang penuh kasih membiarkan anak mereka belajar berjalan, mengetahui bahwa anak itu akan jatuh dalam prosesnya, Allah mengizinkan kita mengalami pencobaan—bukan untuk menyakiti kita, tetapi untuk menolong kita bertumbuh. Melalui "kejatuhan" itu, kita belajar ketahanan, iman, dan kedalaman kehadiran-Nya yang menopang.
- Providensia permisif Allah mengajak kita untuk mengingat bahwa Dia selalu hadir—bahkan ketika diam—dan bahwa Dia membentuk kita untuk sesuatu yang lebih besar daripada yang dapat kita lihat saat ini.
THE SHUNAMMITE WOMAN (2 KINGS 4:8-37)
-
Berkah Awal & Keraguan Alamiah
Dalam ayat 11–16, Elisa menawarkan kepada perempuan Sunem yang mandul sebuah janji dari Allah: bahwa dia akan mempunyai seorang anak laki-laki. Tanggapannya ditandai dengan ketakutan dan keraguan. Dia memohon kepada Elisa untuk tidak membangkitkan harapannya—mungkin karena kekecewaan masa lalu membuatnya waspada untuk percaya lagi.
Tanggapan ini sangat manusiawi. Kita sering kesulitan untuk berharap lagi setelah mengalami masa-masa di mana doa tidak terjawab. Ketakutan akan kekecewaan dapat membuat kita menurunkan ekspektasi kita, bahkan terhadap Allah. -
Penggenapan yang Tak Terduga
Terlepas dari keraguannya, ayat 17 mengungkapkan bahwa dia benar-benar mengandung. Terkadang, bahkan berkat yang kita takuti untuk diharapkan menjadi kenyataan ketika itu adalah bagian dari rencana Allah. Seperti yang diingatkan Yeremia 29:11: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (TB) -
Kemunduran yang Menghancurkan
Ayat 20–28 menggambarkan sebuah twist yang tiba-tiba dan menghancurkan: anak yang telah lama dinantikan itu meninggal. Tragedi ini seolah-olah membenarkan ketakutannya yang awal—“Mengapa memberikan anak ini hanya untuk mengambilnya kembali?”
Banyak orang percaya dapat merasakannya. Kita telah melihat pintu terbuka, hanya untuk tertutup kembali. Kita telah merasakan terobosan, hanya untuk menghadapi kekecewaan. Pertanyaannya muncul: Mengapa Allah memberikan mimpi ini, hanya untuk mengambilnya?
Namun, alih-alih hancur dalam keputusasaan, perempuan itu kembali kepada Elisa. Tanggapannya yang tenang dan berhati-hati pada awalnya—“Selamat” (atau “All is well”)—menunjukkan kepercayaan yang mendalam. Dia tidak marah-marah. Dia mendatangi perwakilan Allah dengan iman, bahkan dalam dukanya. -
Pemulihan Melalui Iman
Dalam ayat 35–37, Elisa terus-menerus berdoa sampai anak itu hidup kembali. Allah memulihkan apa yang hilang. Yang mustahil menjadi mungkin—bukan melalui usaha manusia, tetapi melalui campur tangan ilahi dan iman dari seorang yang mengenal kuasa Allah.
Momen ini adalah tampilan yang jelas dari providensia Allah. Sementara segala sesuatu tampak berantakan, mereka tidak pernah lepas dari tangan Allah. Waktu dan tujuan-Nya yang berlaku. Seperti Amsal 19:21 menyatakan: “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” (TB)
CONCLUSION
Seperti dia, kita sering bergumul dengan keraguan, ketakutan, dan rasa sakit. Tetapi kisahnya mengingatkan kita pada beberapa kebenaran:
- Allah mengizinkan kesulitan—bukan untuk menghancurkan kita, tetapi untuk membangun kita.
- Keheningan-Nya bukan ketidakhadiran; penundaan-Nya bukan penolakan.
- Iman berarti mempercayai-Nya bahkan ketika hasilnya tidak jelas.
- Terkadang, rasa sakit adalah jalan menuju pengalaman yang lebih dalam akan kebaikan dan kuasa Allah.
Seandainya anak itu tidak mati dan dipulihkan, perempuan itu—dan kita—mungkin tidak melihat kemuliaan Allah dengan begitu jelas. Providensia permisif-Nya seringkali adalah alat yang Dia gunakan untuk menarik kita lebih dekat, membangun iman kita, dan menyatakan rencana-Nya yang lebih besar.
REFLECTION/DISCUSSION QUESTIONS
- Menurut Anda, mengapa Allah mengizinkan kesulitan terjadi pada orang Kristen dan lainnya?
- Jelaskan suatu waktu ketika terasa seperti Allah tidak melakukan apa-apa—tetapi pada akhirnya, keputusan Anda untuk mempercayai-Nya mengubah hidup Anda. Apa yang membuat Anda memilih untuk terus percaya?
REFERENCES